Menekan Urbanisasi melalui Kebijakan Desa Rasa Kota

JIKA kita mau fair, terbatasnya lapangan pekerjaan di desa sebenarnya bukan faktor utama terjadinya Urbanisasi, khususnya pada wilayah di luar jawa. Sumberdaya alam, (termasuk lahan) masih sangat melimpah, terutama pada Ekoregion Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

KKR_Sungai Itik.JPG
Terbatasnya layanan pendidikan, kesehatan, serta perekonomian sering kali menjadi pemicu awal munculnya Urbanisasi pada beberapa kasus. Bukan rahasia umum, untuk memperoleh pendidikan yang jauh lebih layak, lulusan SMP di pedesaan terkadang ‘ngekos’ ataupun ‘ngasrama’ di Kota terutama Ibukota Kabupaten/ Kota. Bahkan, tidak sedikit pula yang kita temui sampai perlu merantau ke Ibukota Provinsi.

Kondisi selanjutnya, diantara mereka terjadi perubahan pola pikir, perubahan perilaku, dan berujung pada munculnya kenyamanan (seperti aku dan kamu) sebagai masyarakat urban. Tentu kita dapat prediksi dan melihat apa yang terjadi setelah kondisi ini.

Jika dibiarkan, desa akan kekurangan tenaga produktif, banyak lahan di desa yang tidak tergarap, Kota akan semakin padat, bahkan tidak menutup kemungkinan ‘kembang desa’ akan semakin terbatas :((

Dapatkah kita mengatakan bahwa sebagian Ibukota Kecamatan belum mampu menyediakan pelayanan yang baik kepada masyarakat, sehingga muncul urbanisasi di Ibukota Kabupaten/ Kota/ Provinsi? Dapatkah pula kita klaim bahwa beberapa Ibukota Kecamatan yang telah berstatus PKL (Pusat Kegiatan Lokal) berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum dikembangkan dengan optimal?

Perlu kita sepakati, aktor utamanya bukan Bapak atau Ibu Camat, melainkan semua pemangku kepentingan (macam avengers/perkumpulan) yang berhubungan dengan pengembangan wilayah (pada Ibukota Kecamatan). Bisa saja Bupati, Pelaku Usaha, Karang Taruna, Ibu-ibu PKK, atau bahkan Persatuan Nelayan Kecamatan.

Menyikapi kondisi ini, salah satu strategi yang dapat dijalankan yakni Pengembangan Desa Rasa Kota (DRK). Inisiatif ini adalah kebalikan dari Kota Rasa Desa (KRD). DRK memegang beberapa prinsip yakni dekonsentrasi planologis, desa terpadu dan desa berkelanjutan.

Desa Prioritas yang dapat diterapkan sebagai DRK yakni Desa-Desa yang berada pada Ibukota Kecamatan dengan harapan dapat menjadi Kota Baru dimasa mendatang, menahan laju urbanisasi, menekan disparitas wilayah, termasuk pula menahan aliran uang dari Desa ke Kota agar tetap berputar di Desa.

Lalu, jika kita sepakat untuk mengembangkan DRK, kunci keberhasilan yang harus dipegang oleh semua semua pemangku kebijakan dalam hal ini yakni ‘jumlah penduduk bukanlah faktor penentu dalam penyediaan pelayanan’.

Dalam hal ini, jangan sampai karena jumlah penduduk kurang maka suatu Ibukota Kecamatan terkendala dalam menikmati/memperoleh pelayanan. Perlu adanya standar minimal untuk perencanaan Ibukota Kecamatan (seperti SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan) dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi setempat.

Jalan jalan ke Paloh,
Banyak penyu dan juga sahang,
Indonesia semakin kokoh,
Jike banyak kecamatan berkembang…

Ruang Tanpa Pemuda

Jika wilayah perkotaan mengalami fenomena Pemuda Tanpa Ruang, fenomena sebaliknya terjadi pada wilayah perdesaan yakni Ruang Tanpa Pemuda. Lapangan usaha sektor primer seperti nelayan, peternak, dan petani tidak lagi menarik bagi pemuda-pemuda desa saat ini. Padahal, kita memiliki ruang (kawasan) yang sangat luas dan dapat menyerap banyak lapangan pekerjaan.

Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) yang diklaim dapat menekan laju urbanisasi, mempercepat pertumbuhan Desa Mandiri ataupun Kota Kecil Baru, serta mengoptimalkan pemanfaatan ruang pada kawasan perdesaan, cenderung mati suri. Ide sederhana berbasis agropolitan ini hilang dan ditinggalkan hampir di seluruh wilayah. Akibatnya, para pemuda desa terampil (yang memiliki skill lebih) semakin enggan untuk tinggal/ menetap di kampung halaman masing-masing dan memperluas fenomena Ruang Tanpa Pemuda.

Lanjutkan membaca “Ruang Tanpa Pemuda”

KULMINASI ALA DESA WISATA JERUJU BESAR

Garis Equator atau Garis Khatulistiwa adalah Garis Lintang Nol Derajat yang membentang membelah Bumi menjadi dua bagian, belahan bumi selatan dan belahan bumi Utara. Provinsi Kalimantan Barat menjadi salah satu dari sekian Provinsi yang dilewatinya oleh garis tersebut.

img_2279

Kota Pontianak ternyata bukan satu-satu kota yang dilewati oleh garis khatulistiwa ini di Kalimantan Barat. Kabupaten Kubu Raya, salah satu Kabupaten di Kalimantan Barat, ternyata juga dilewati oleh Garis Khatulistiwa, lebih tepat letaknya berada di Desa Jeruju Besar, Kecamatan Sungai.

Keistimewaan Kalimantan Barat tersendiri adalah sungai Kapuas, yang merupakan Sungai terpanjang di Indonesia. Dan Lokasi Desa Jeruju besar terletak di ujung Delta Sungai Kapuas.

Kulminasi adalah peristiwa dimana posisi Matahari tepat di Garis Khatulistiwa dan hanya bisa dirasakan dua kali dalam setahun yaitu pada Bulan September dan Bulan Maret. Sebagai peristiwa yang sangat jarang terjadi di Kota-kota lain di Indonesia seharusnya dapat mendapatkan tempat dan perhatian Pemerintah.

Equator Village, P3MP, Karang Taruna Desa Jeruju Besar, Pokdarwis, Pemerintah Desa Jeruju Besar, dan Pemerintah Kecamatan Sungai Kakap berkomitmen bersama dalam mengembangkan Desa ini menjadi Desa Wisata berbasis Kearifan lokal dan pemberdayaan masyarakat setempat.

Banyak potensi Wisata yang dimiliki Desa Jeruju Besar, khususnya wisata minat khusus seperti memancing dan outbond. Namun, terdapat potensi yang begitu besar dan belum dimanfaatkan yakni Ekowisata Mangrove dan Agrowisata. Adapun, terdapat pula potensi ekonomi pendukung seperti pertanian dan perikanan yang saat ini mensupport kebutuhan Kota Pontianak.

telur-berdiri

Abang Nurdin dari Equator Village mengatakan bahwa dengan mengembangkan Desa ini menjadi Desa Wisata semoga bisa membuka akses masyarakat dalam peningkatan ekonomi yang ada di lokasi setempat seperti, budidaya cabai, pisang berangan, kepiting, ikan laut, kepah dan potensi-potensi lainnya.

Kulminasi yang diperingati tanggal 22 September 2016 yang lalu yakni mendirikan telur di benteng laut dan di atas Jembatas Khatulistiwa. Atraksi ini dilakukan bersama masyarakat setempat dan membuktikan bahwa Desa Jeruju Besar tepat dilalui garis Equator. Adapun atraksi lainnya yang dilakukan yakni mendirikan beberapa benda dan terbukti tidak memiliki bayangan pada pukul 12.00 WIB.

Fenomena ini akan terjadi kembali pada 21-23 Maret 2016. Bersama Equator Village mari kita laksanakan atraksi serupa di Kec. Sui Ambawang (Kubu Raya), Kec. Tayan (Sanggau), dan Kec. Sungai Tebelian (Sintang).

DCIM100MEDIADJI_0138.JPG
Landscape Pesisir Desa Jeruju Besar